TUGAS ILMU ALAMIAH DASAR "Berpikir Kritis Terhadap Pengaruh Kesehatan Mental Dan Proses Pembelajaran"
I.
Pendahuluan
Beberapa tingkah laku masyarakat yang beraneka ragam
mendorong para ahli Ilmu Psikologi untuk menyelidiki apa penyebab perbedaan
tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, juga
menyelidiki penyebab seseorang tidak mampu memperoleh ketenangan dan
kebahagiaan dalam kehidupannya.
Usaha ini kemudian melahirkan satu cabang termuda
dari ilmu Psikologi, yaitu Kesehatan mental (Mental
Hygiene) (Yusak Burhanuddin).Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran, yaitu :
Kesehatan mental,
sebagai disiplin ilmu yang merupakan bagian dari psikologi agama, terus
berkembang dengan pesat. Hal ini tidak terlepas dari masyarakat yang selalu
membutuhkan solusi-solusi dari berbagai problema kehidupan. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi belum mampu memenuhi kebutuhan ruhani, bahkan
menambah permasalahan-permasalahan baru, seperti kecemasan dengan kemewahan
hidup. Akibat lain adalah rasionalitas teknologi lebih diutamakan sehingga
nilai kemanusiaan diabaikan.
Di samping itu, adanya
perhatian manusia yang besar terhadap kesejahteraan hidupnya, serta adanya
kesadaran masyarakat akan pentingnya dilakukan pembinaan kesejahteraan hidup
bersama ikut mempercepat perkembangan ilmu kesehatan mental. Kajian psikologi
pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran.
Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori
classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori
daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari
kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada
kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan
dalam proses pembelajaran.
1. Agar seorang benar-benar belajar, ia
harus mempunyai suatu tujuan
2. Tujuan itu harus timbul dari atau
berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang
lain.
3. Orang itu harus bersedia mengalami
bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang
berharga baginya.
4. Belajar itu harus terbukti dari
perubahan kelakuannya.
5. Seseorang belajar sebagai
keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional,
sosial, etis dan sebagainya.
6. Untuk belajar diperlukan insight.
Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal
fakta lepas secara verbalistis.
7. Belajar hanya mungkin kalau ada
kemauan dan hasrat untuk belajar.
Kesehatan
mental merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami
menunjang keberhasilan pendidikan itu sendiri. Melaui kajian psikologis kita
dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik
setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di
samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam
pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama
setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat
kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.Kita mengenal
sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur
potensi seorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial
Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya. Pemahaman kecerdasan, bakat,
minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki
arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang
bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang
optimal.
Oleh
karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan
guru untuk mengetahui kesehatan mental anak didik dalam melaksanakan tugas
profesionalnya.
II. Kesehatan Mental
A. Pengertian Secara Etimologis dan
Terminologis
Secara etimologis, kata “mental”
berasal dari kata latin, yaitu “mens”
atau “mentis” artinya roh,
sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa Yunani, kesehatan terkandung dalam
kata hygiene, yang berarti
ilmu kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu kesehatan
mental).
Sebagaimana seorang dokter harus mengetahui
faktor-faktor penyebab dan gejala-gejala penyakit yang diderita pasiennya.
Sehingga memudahkan dokter untuk mendeteksi penyakit dan menentukan obat
yang tepat. Definisi mereka berdua menunjukan bahwa kondisi mental yang sakit
pada masyarakat dapat disembuhkan apabila mengetahui terlebih dulu hal-hal yang
mempengaruhi kesehatan mental tersebut melalui pendekatan hygiene mental.
Dalam perjalanan sejarahnya, pengertian
kesehatan mental mengalami perkembangan sebagai berikut :
·
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan
penyakit jiwa (neurosis dan psikosis).
Pengertian ini terelihat sempit, karena yang
dimaksud dengan orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang tidak terganggu
dan berpenyakit jiwanya. Namun demikian, pengertian ini banyak mendapat sambutan
dari kalangan psikiatri.
Kembali pada istilah neorosis, pada awalnya kata
tersebut berarti ketidakberesan dalam susunan syaraf. Namun, setelah para ahli
penyakit dan ahli psikologi menyadari bahwa ketidakberesan tingkah laku
tersebut tidak hanya disebabkan oleh ketidakberesan susunan syaraf, tetapi juga
dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang
lain, maka aspek mental (psikologi) dimasukkan pula dalam istilah tersebut.
·
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan
orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup.
Pengertian ini lebih luas dan umum, karena telah
dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Dengan kemampuan penyesuaian
diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan kebahagiaan hidup.
·
Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi
jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk mengatasi problem yang biasa terjadi,
serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
·
Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan
meningkatkan potensi, bakat dan pembawaan semaksimal mungkin, sehingga membawa
kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan dan
penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan
kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa
bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan
potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin
Pada umumnya pribadi yang normal memiliki mental
yang sehat. Demikian sebaliknya, bagi yang pribadinya abnormal cenderung
memiliki mental yang tidak sehat. Orang yang bermental sehat adalah
mereka yang memiliki ketenangan batin dan kesegaran jasmani. Untuk memahami jiwa
yang sehat, dapat diketahui dari beberapa ciri seseorang yang memiliki mental
yang sehat. Dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1959 memberikan
batasan mental yang sehat adalah sebagai berikut:
1. Dapat menyesuaikan diri secara
konstuktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk banginya.
2. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih
payah usahanya.
3. Merasa lebih puas memberi dari pada
menerima.
4. Secara relatif bebas dari rasa tegang
dan cemas.
5. Berhubungan dengan orang lain secara
tolong-menolong dan saling memuaskan.
6. Menerima kekecewaan untuk dipakainya
sebagai pelajaran dikemudian hari.
7. Menjuruskan rasa permusuhan kepada
penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.
8. Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.
Kriteria tersebut disempurnakan dengan
menambahkan satu elemen spiritual (agama). Sehingga kesehatan mental ini bukan
sehat dari segi fisik, psikologik, dan sosial saja, melainkan juga sehat dalam
art spiritual.
Dan tidak kalah pentingnya adalah mengetahui
sekaligus memahami prinsip-prinsip dari kesehatan mental itu. Yang dimaksud
dengan prinsip-prinsip kesehatan mental adalah dasar yang harus ditegakkan
orang dalam dirinya untuk mendapatkan kesehatan mental yang baik serta
terhindar dari gangguan kejiwaan. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Gambaran dan sikap yang baik terhadap
diri sendiri (self image)
Prinsip ini dapat dicapai dengan penerimaan
diri, keyakinan diri dan kepercayaan pada diri sendiri. Citra diri positif akan
mewarnai pola hidup, sikap, cara pikir dan corak penghayatan, serta ragam
perbuatan yang positif pula.
2. Keterpaduan antara Integrasi Diri.
Adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri, kesatuan
pandangan (falsafah) dalam hidup dan kesanggupan mengatasi stres.
3. Perwujudan Diri (aktualisasi diri)
Inilah proses pematangan diri. Menurut Reiff,
orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu mengaktualisasikan diri atau
mampu mewujudkan potensi yang dimilikinya, serta memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya dengan cara yang baik dan memuaskan.
4. Mau menerima orang lain, mampu melakukan
aktifitas sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal.
5. Berminat dalam tugas dan pekerjaan
Suka pada pekerjaan tertentu walaupun berat maka
akan mudah dilakukan dibandingkan dengan pekerjaan yang kurang diminati.
6. Agama, cita-cita, dan falsafah hidup.
Demi menggapai ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan.
7. Pengawasan diri
Hal ini dapat dilakukan terhadap
keinginan-keinginan dari ego yang bersifat biologis murni. Sehingga dapat
dikendalikan secara sehat dan terarah.
8. Rasa benar dan tanggung jawab. Ini
penting bagi tingkah laku.Dengan demikian muncul rasa percaya diri dan bertanggung
jawab penuh atas segala tindakan sehingga tidak menutup kemungkinan kesuksesan
diri akan diraih
III. Pembelajaran
dan model pembelajar
Dalam kamus bahasa Indonesia, kata “Belajar”
adalah tindakan, proses, atau pengalaman memperoleh pengetahuan atau
keterampilan. Atau pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui sekolah
atau belajar.
Belajar, dalam psikologi, adalah
proses dimana suatu perubahan yang cukup abadi dalam perilaku yang potensial
terjadi sebagai hasil dari praktek atau pengalaman. Belajar dibedakan dari
perubahan perilaku yang timbul dari proses seperti pematangan dan penyakit,
tetapi tidak berlaku untuk keterampilan motorik, seperti mengemudi mobil,
keterampilan intelektual, seperti membaca, dan sikap dan nilai-nilai, seperti
prasangka. Ada bukti bahwa gejala neurotik dan pola penyakit mental juga
belajar perilaku. Belajar terjadi sepanjang hidup pada hewan, dan
mengetahui perbuatan untuk sebagian besar dari semua perilaku pada hewan yang
lebih tinggi, terutama pada manusia.
Model Pembelajaran
Penelitian ilmiah dari proses pembelajaran
dimulai pada akhir abad 19. oleh Ivan Pavlov di Rusia dan EdwardThorndike di Amerika Serikat. Tiga model saat ini banyak
digunakan untuk menjelaskan perubahan perilaku yang dipelajari, dua menekankan
pembentukan hubungan antara rangsangan dan tanggapan, dan yang ketiga
menekankan pembentukan struktur kognitif. Albert Bandura (1977) bahwa
pembelajaran terjadi melalui pengamatan orang lain, atau model, telah
menyarankan bahwa jenis pembelajaran terjadi ketika anak-anak mengalami
kekerasan di media.
1.
Penyejuk Klasik
Model pertama, pengkondisian klasik, pada
awalnya diidentifikasi oleh Pavlov dalam air liur anjing. Air liur
merupakan respon refleks bawaan, atau bersyarat, dengan penyajian makanan,
sebuah stimulus berkondisi. Pavlov menunjukkan bahwa anjing dapat
dikondisikan untuk meneteskan air liur hanya dengan bunyi bel (stimulus
terkondisi), setelah itu terdengar beberapa kali dalam hubungannya dengan
penyajian makanan. Belajar adalah dikatakan terjadi karena air liur sudah
terbiasa dengan stimulus baru yang tidak menimbulkan awalnya. Pasangan
makanan dengan bel bertindak untuk memperkuat bel sebagai stimulus menonjol.
2.
Instrumental penyejuk
Tipe kedua pembelajaran, yang dikenal sebagai
operant conditioning, dikembangkan sekitar waktu yang sama seperti yang teori
Pavlov oleh Thorndike, dan kemudian diperluas oleh BFSkinner . Di sini, pembelajaran terjadi sebagai tindakan
individu terhadap lingkungan. Sedangkan pengkondisian klasik melibatkan
refleks bawaan, operant conditioning membutuhkan perilaku
sukarela. Thorndike menunjukkan bahwa pahala Intermittent penting untuk
memperkuat belajar, sementara menghentikan penggunaan penguatan cenderung
memadamkan perilaku yang dipelajari. Kotak Skinner yang terkenal
menunjukkan operant conditioning dengan menempatkan seekor tikus dalam kotak di
mana menekan sebuah bar kecil yang memproduksi makanan. Skinner
menunjukkan bahwa tikus itu akhirnya belajar untuk menekan bar secara teratur
untuk mendapatkan makanan. Selain penguatan, hukuman menghasilkan perilaku
penghindaran, yang muncul untuk melemahkan belajar tetapi tidak membatasi
itu. Dalam kedua jenis AC, generalisasi stimulus terjadi, yaitu, respon
terkondisi mungkin ditimbulkan oleh rangsangan mirip dengan stimulus terkondisi
asli tetapi tidak digunakan dalam pelatihan yang asli. generalisasi
Stimulus memiliki kepentingan praktis luar biasa, karena memungkinkan untuk
aplikasi perilaku belajar di konteks yang berbeda.Perilaku modifikasi adalah
jenis pengobatan yang dihasilkan dari model ini respons stimulus /
pembelajaran.Beroperasi berdasarkan asumsi bahwa jika perilaku dapat
dipelajari, juga bisa terpelajar.
3.
Belajar Kognitif
Pendekatan ketiga untuk belajar ini dikenal sebagai
pembelajaran kognitif. Wolfgang Köhlermenunjukkan bahwa proses berlarut-larut-trial-error dan mungkin
akan digantikan dengan pemahaman mendadak yang menangkap hubungan timbal balik
masalah. Proses ini, disebut wawasan, lebih mirip dengan piecing bersama
teka-teki dari menanggapi rangsangan. Edward Tolman (1930) menemukan bahwa tikus tidak dihargai belajar tata
letak labirin, namun ini tidak jelas sampai mereka kemudian dihargai dengan
makanan. Tolman menyebut laten pembelajaran, dan telah menyarankan bahwa
tikus dikembangkan peta kognitif dari labirin yang mereka dapat menerapkan segera
ketika hadiah yang ditawarkan.
IV.
Penutup
Kesimpulan
Setelah dipaparkan beberapa pengertian seputar
kesehatan mental, dapat diketahui bersama bahwa sebenarnya kesehatan mental
selain sebagai salah satu cabang ilmu Psikologi termuda, juga berfungsi sebagai
alat solusi dari beragam permasalahan kesehatan kejiwaan pada masyarakat.
Melalui pendekatan Mental Hygiene inilah penyakit jiwa
(mental) dapat terdeteksi dan ada harapan untuk disembuhkan.
Sedangkan menurut definisi umum, kesehatan
mental adalah kondisi kejiwaan manusia yang harmonis yang memungkinkan
perkembangan fisik, mental dan intelektual yang optimal dari seseorang serta
perkembangan tersebut berjalan selaras dengan orang lain. Kesehatan jiwa juga
merupakan perasaan sehat dan berbahagia mampu mengatasi tantangan hidup, dapat
menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positip terhadp diri
sendiri dan orang lain.
Ciri-ciri sehat jiwa yakni menyadari sepenuhnya
kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress kehidupan yang wajar, dapat berperan
serta dalam lingkungan hidupnya, menerima baik yang ada pada dirinya dan mampu
bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya serta merasa nyaman bersama
orang lain.
Bagi para penganut aliran kognitifisme,
pembelajaran dipandang sebagai upaya memberikan bantuan kepada siswa untuk
memperoleh informasi atau pengetahuan baru melalui proses discovery dan
internalisasi.
Menurut prinsip konstruktivisme, guru berperan
sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa
berjalan sebagaimana mestinya. Dan kesemuanya itu akan berjalan dengan
baik jika didasarkan atas kesehatan mental anak didik.
source : http://rani-maulidani.blogspot.co.id/2012/03/agama-dan-kesehatan-mental.htmlhttps://cookpierun.wordpress.com/2015/11/16/pengaruh-globalisasi-terhadap-perkembangan-mental-generasi-muda/
https://luluasegaf.wordpress.com/2010/12/19/kesehatan-mental-dan-implikasinya-dalam-pembelajaran/
Komentar
Posting Komentar